HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Badai PHK Melanda Industri Televisi Nasional: Tantangan Ekonomi dan Transformasi Media

Image : pikbest.com


ElangID - Jakarta, 2 Mei 2025 – Industri televisi nasional Indonesia sedang menghadapi tekanan berat yang memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di berbagai stasiun televisi ternama. Fenomena ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi sektor media tradisional di tengah perubahan pola konsumsi informasi, penurunan pendapatan iklan, dan persaingan ketat dengan platform digital. Stasiun televisi seperti ANTV, Kompas TV, TV One, CNN Indonesia TV, MNC Group, hingga NET TV dilaporkan telah melakukan PHK besar-besaran, memengaruhi ribuan pekerja di berbagai divisi.
Kronologi dan Skala PHK di Stasiun Televisi
  1. ANTV: PHK Massal di Divisi Produksi
    Pada 18 Desember 2024, ANTV mengumumkan PHK massal yang menimpa seluruh karyawan divisi produksi. Kabar ini pertama kali mencuat melalui unggahan akun TikTok
    @bapaknyafaby
    , seorang mantan karyawan, yang menggambarkan suasana duka saat pengumuman dilakukan oleh Human Capital Development (HCD). “Kami dikumpulkan untuk mendengar kabar tidak menyenangkan, di mana seluruh divisi produksi di-PHK,” ungkapnya. ANTV, yang dikelola oleh PT Intermedia Capital Tbk, disebut melakukan langkah ini sebagai bagian dari restrukturisasi bisnis untuk menghadapi tekanan ekonomi. Direktur Intermedia Capital, Arhya Winastu Satyagraha, membenarkan kabar tersebut pada 23 Desember 2024, tanpa merinci jumlah karyawan yang terdampak.
  2. Kompas TV: 150 Karyawan Terdampak
    Kompas TV menjadi salah satu stasiun televisi terbaru yang melakukan PHK massal, dengan sekitar 150 karyawan dari divisi berita, programming, teknik, hingga penjualan dan pemasaran terkena dampak. PHK ini dilaporkan pada akhir April 2025, dengan alasan utama adalah tekanan ekonomi dan penurunan pendapatan iklan. Beberapa program dan rubrik acara juga terpaksa dihentikan. Salah satu momen mengharukan terjadi ketika seorang presenter menangis saat berpamitan dengan pemirsa, mencerminkan dampak emosional dari keputusan ini.
  3. TV One: 75 Karyawan Dirumahkan
    TV One dilaporkan telah mem-PHK sekitar 75 karyawan pada awal 2025. Langkah ini merupakan bagian dari upaya efisiensi di tengah kondisi keuangan yang sulit. Penurunan minat pengiklan dan pergeseran audiens ke platform digital menjadi faktor utama di balik keputusan ini.
  4. CNN Indonesia TV: 200 Karyawan Terdampak
    CNN Indonesia TV juga tidak luput dari gelombang PHK, dengan sekitar 200 karyawan kehilangan pekerjaan. PHK ini mencakup berbagai divisi, termasuk produksi dan jurnalistik, sebagai respons terhadap penurunan pendapatan iklan dan tantangan operasional.
  5. MNC Group: Regrouping dan PHK Massal
    MNC Group, yang mengelola sejumlah stasiun televisi seperti RCTI, MNCTV, dan GTV, dilaporkan melakukan “regrouping” yang berdampak pada lebih dari 400 karyawan. Selain itu, iNews, bagian dari MNC Group, dikabarkan menutup semua kantor biro di berbagai daerah sebagai bagian dari strategi efisiensi.
  6. NET TV: Efisiensi Pasca-Akuisisi
    NET TV, yang diakuisisi oleh PT MD Entertainment Tbk pada 2023, juga melakukan pengurangan karyawan sebagai bagian dari restrukturisasi pasca-akuisisi. PHK ini menyusul pengunduran diri jajaran pimpinan dan pengurangan program unggulan akibat kesulitan finansial selama beberapa tahun. Fokus strategi digital dan penguatan konten berbasis serial serta film menjadi prioritas baru, namun tetap memerlukan efisiensi tenaga kerja.
  7. RTV dan GlobalTV: Pengurangan Karyawan
    RTV dilaporkan mengurangi sekitar 40 karyawan per divisi, sementara GlobalTV melakukan PHK terhadap 30% karyawan di divisi produksi. Kedua stasiun ini menghadapi tantangan serupa, yaitu penurunan pendapatan dan persaingan dengan media baru.
  8. VIVA.co.id: Penutupan Kantor
    Portal berita VIVA.co.id, yang berada di bawah naungan Visi Media Asia, akan menutup kantornya di Pulogadung pada Juni 2025, dengan sekitar 100 karyawan terkena dampak. Langkah ini mencerminkan kesulitan media daring yang juga terimbas oleh perubahan lanskap media.
Penyebab Gelombang PHK
Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Gilang Iskandar, industri televisi terestrial Indonesia sedang tidak dalam kondisi baik. Beberapa faktor utama yang menyebabkan gelombang PHK meliputi:
  • Penurunan Pendapatan Iklan: Pendapatan iklan televisi terus menurun sejak pandemi Covid-19, dengan tren yang belum pulih hingga 2025. Persaingan dengan platform digital seperti YouTube, Netflix, dan media sosial membuat pengiklan beralih ke saluran yang lebih hemat biaya dan memiliki jangkauan targeted.
  • Perubahan Pola Konsumsi Media: Audiens, terutama generasi muda, beralih ke platform streaming dan media sosial untuk mengakses informasi dan hiburan, mengurangi relevansi televisi konvensional.
  • Ketidakpastian Ekonomi Global dan Nasional: Ketidakstabilan ekonomi, termasuk dampak kebijakan impor dan penurunan daya beli masyarakat, memperparah kondisi keuangan perusahaan media.
  • Restrukturisasi Bisnis: Banyak stasiun televisi melakukan efisiensi biaya melalui pengurangan karyawan, penutupan divisi, atau perubahan strategi bisnis untuk tetap kompetitif.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Darmanto, menambahkan bahwa semua industri penyiaran terestrial, termasuk radio, mengalami kemerosotan pemasukan iklan, membuat operasional perusahaan sulit berjalan sehat.
Dampak Sosial dan Respons Pekerja
Gelombang PHK ini meninggalkan dampak emosional dan ekonomi yang signifikan bagi ribuan pekerja. Banyak karyawan, seperti yang diungkapkan melalui media sosial, merasa kehilangan tumpuan hidup. “Tempat kami menggantungkan harapan harus berakhir sampai di sini,” ujar mantan karyawan ANTV di TikTok. Netizen pun memberikan dukungan moral, mendoakan agar para pekerja segera mendapatkan pekerjaan baru, meskipun ada pula yang mengkritik kebijakan perusahaan.
Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Bayu Wardhana, menyatakan bahwa pihaknya belum memiliki data pasti jumlah pekerja media yang terdampak, namun perkiraan awal mencapai ratusan orang. Ia menekankan pentingnya kepatuhan terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan, khususnya terkait pembayaran pesangon. “Kami mendapat informasi ada stasiun televisi yang mau membayar pesangon dengan mencicil hingga 12 kali. Jika benar, ini melanggar hukum dan harus ditindak,” tegas Bayu.
Hak Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021, turunan dari UU Cipta Kerja, karyawan yang terkena PHK berhak atas:
  • Pesangon: Maksimal 9 kali upah bulanan, tergantung masa kerja (misalnya, 1 kali gaji untuk masa kerja kurang dari 1 tahun, hingga 9 kali gaji untuk masa kerja 8 tahun atau lebih).
  • Uang Penghargaan Masa Kerja: Maksimal 10 kali upah bulanan, sesuai masa kerja.
  • Uang Penggantian Hak: Meliputi sisa cuti tahunan, biaya pulang, dan hak lainnya.
Namun, besaran pesangon dapat bervariasi jika perusahaan mengalami kerugian atau sedang dalam proses restrukturisasi.
Respons Pemerintah dan Upaya Mitigasi
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan telah menerima informasi mengenai maraknya PHK di sektor televisi, meskipun belum ada laporan resmi dari manajemen stasiun televisi terkait jumlah karyawan yang terdampak. Direktur Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Kemnaker, C Heru Widianto, mengatakan pihaknya berencana melakukan kunjungan ke perusahaan-perusahaan terkait untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya mengatasi gelombang PHK melalui berbagai program, seperti pelatihan vokasi dan bursa kerja nasional. Pada 2024, Kemnaker menggelar “Naker Fest” yang menghadirkan 178.000 lowongan kerja dari 225 perusahaan. Selain itu, program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) memberikan bantuan tunai sebesar 45% gaji selama tiga bulan pertama dan 25% untuk tiga bulan berikutnya bagi pekerja yang terkena PHK.
Namun, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBI), Elly Rosita, menyangsikan efektivitas upaya pemerintah. Ia menyoroti minimnya pembukaan lapangan kerja baru sejak UU Cipta Kerja disahkan pada 2020. “Di mana lapangan pekerjaan yang dijanjikan pemerintah?” tanyanya, seraya menantang pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto untuk menciptakan solusi konkret.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Industri televisi nasional berada di persimpangan jalan. Persaingan dengan platform digital, penurunan pendapatan iklan, dan kebutuhan untuk berinovasi menjadi tantangan utama. Beberapa stasiun televisi mulai beralih ke strategi digital, seperti memperkuat konten di platform streaming atau media sosial, namun proses ini sering kali memerlukan pengurangan tenaga kerja untuk menekan biaya.
Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Digital, Geryantika Kurnia, menilai fenomena PHK sebagai dinamika lumrah dalam dunia usaha. Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah akan terus memantau agar hak-hak pekerja terpenuhi sesuai regulasi.
Sementara itu, para pengamat ekonomi menyarankan langkah-langkah jangka panjang, seperti perlindungan pasar domestik dari produk impor, penurunan suku bunga acuan untuk mendorong investasi, dan penguatan sektor UMKM sebagai katup penyelamat ekonomi. Pengamat ekonomi UGM, Hempri, menekankan pentingnya evaluasi kebijakan impor, seperti Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024, yang diduga memicu lesunya industri dalam negeri.
Bagi ribuan pekerja yang terkena PHK, harapan untuk mendapatkan pekerjaan baru tetap menjadi prioritas. Dukungan dari pemerintah, pelatihan keterampilan, dan kebijakan yang mendukung penciptaan lapangan kerja menjadi kunci untuk mengatasi dampak sosial dari krisis ini. Seperti yang diungkapkan oleh seorang mantan karyawan ANTV, “Ada yang sedih, ada juga yang mencoba tetap semangat walaupun hati berduka.”

Catatan Penutup
Gelombang PHK di industri televisi nasional adalah cerminan dari transformasi besar dalam lanskap media dan tantangan ekonomi yang kompleks. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan serikat pekerja untuk mencari solusi yang tidak hanya menjaga keberlanjutan industri, tetapi juga melindungi kesejahteraan pekerja yang menjadi tulang punggung sektor ini.
Sumber:
  • Kompas.id
Posting Komentar