Tragedi di Gunung Rinjani: Pendaki Brasil Juliana Marins Ditemukan Meninggal Dunia di Jurang 400 Meter
0 menit baca
ElangID – Insiden tragis menimpa seorang pendaki wanita asal Brasil, Juliana Marins (26), yang terjatuh ke jurang saat mendaki Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Sabtu, 21 Juni 2025.
Setelah proses pencarian intensif selama tiga hari, tim SAR gabungan akhirnya menemukan tubuh Juliana pada Senin, 23 Juni 2025, di kedalaman sekitar 400-500 meter dari titik awal jatuhnya, dalam kondisi tidak bergerak dan diduga telah meninggal dunia.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengonfirmasi kabar duka ini pada Selasa, 24 Juni 2025.
Kronologi Kejadian
Menurut laporan resmi dari Kemenparekraf dan Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), insiden terjadi pada Sabtu pagi, 21 Juni 2025, sekitar pukul 06.30 WITA, di kawasan Cemara Nunggal, jalur menuju puncak Rinjani melalui Sembalun.
Juliana, yang dikenal sebagai travel influencer dari Niteroi, Rio de Janeiro, sedang mendaki bersama lima pendaki lain dan seorang pemandu lokal. Saat berada di area dekat danau kawah Gunung Rinjani, Juliana diduga kehilangan pijakan atau tergelincir akibat medan licin dan cuaca yang tiba-tiba berubah, menyebabkannya terjatuh ke jurang dengan kedalaman awal diperkirakan 150-200 meter.
Saat kejadian, Juliana sempat terdengar berteriak meminta tolong, yang menjadi petunjuk awal bagi rombongan dan pemandu. Menurut BTNGR, korban masih menunjukkan tanda-tanda hidup pada hari pertama, meski dalam kondisi syok berat.
Namun, karena medan yang curam dan terjal serta kondisi cuaca buruk, tim penyelamat tidak dapat segera menjangkau lokasinya.
Adik Juliana, Marianna Marins, menyatakan bahwa Juliana sempat meminta berhenti untuk beristirahat, tetapi pemandu memilih melanjutkan perjalanan bersama rombongan, meninggalkan Juliana sendirian.
Saat pemandu kembali, Juliana sudah tidak ditemukan di posisi awal dan diduga telah terjatuh ke area kawah. Pendaki lain dalam rombongan menggambarkan kondisi pendakian sangat berat, dengan suhu dingin ekstrem, medan licin, dan minim pencahayaan karena masih gelap sebelum matahari terbit.
Proses Pencarian dan Evakuasi
Tim SAR gabungan, yang terdiri dari Kantor SAR Mataram, BTNGR, TNI, Polri, BPBD Lombok Timur, Unit SAR Lombok Timur, EMHC, Damkar, relawan lokal, porter, dan dua pendaki profesional, segera dikerahkan setelah laporan diterima pada pukul 09.40 WITA pada hari Sabtu.
Total sekitar 50 personel terlibat dalam operasi pencarian, menggunakan peralatan vertical rescue, drone thermal, dan helikopter.
Pada hari pertama dan kedua (Sabtu-Minggu), pencarian terkendala oleh cuaca buruk, kabut tebal, dan badai, yang membatasi visibilitas dan meningkatkan risiko bagi tim penyelamat. Baru pada Senin, 23 Juni 2025, pukul 07.05 WITA, posisi Juliana berhasil dideteksi melalui drone thermal milik Kantor SAR Mataram.
Korban ditemukan tersangkut di tebing batu pada kedalaman sekitar 400-500 meter, dalam posisi miring dan tidak menunjukkan tanda-tanda gerakan.
Evakuasi jenazah Juliana menghadapi tantangan besar karena medan ekstrem, termasuk tebing curam dengan dua overhang besar yang menyulitkan pemasangan anchor untuk pendakian vertikal. Cuaca yang tidak menentu juga mempersulit operasi.
Pada Selasa petang, tujuh penyelamat berhasil mendekati titik korban, tetapi terpaksa mendirikan flying camp karena malam hari. Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, menginstruksikan percepatan evakuasi dengan menyiapkan tiga helikopter, termasuk satu dari Mabes TNI, satu dengan spesifikasi Medivac dari pihak asuransi, dan satu lagi dari PT Amman Mineral Nusa Tenggara untuk operasi airlifting.
Untuk memperlancar evakuasi, BTNGR menutup sementara jalur pendakian dari Pelawangan 4 Sembalun, meski jalur lain tetap dibuka dengan peringatan agar pendaki tidak mendekati lokasi evakuasi.
Respons Pemerintah dan Dunia Internasional
Kemenparekraf, melalui Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana, menyampaikan duka cita mendalam dan memastikan komunikasi harian dengan keluarga korban serta Kedutaan Besar Brasil untuk menjaga transparansi informasi.
Pemerintah juga berjanji memperketat standar operasional prosedur (SOP) pemanduan wisata, khususnya di destinasi ekstrem seperti Gunung Rinjani, dengan target zero accident.
Insiden ini menarik perhatian dunia, terutama di Brasil. Warganet Brasil membanjiri akun Instagram Presiden Prabowo Subianto, meminta evakuasi segera dengan komentar seperti, “Please help Juliana, she is our sister!” dan mengekspresikan kekecewaan atas lambatnya respons awal.
Media Brasil, seperti TV Globo, juga melaporkan insiden ini, menyebabkan kasus ini menjadi viral di media sosial. Keluarga Juliana menghubungi Kedutaan Besar Brasil di Jakarta dan perusahaan penyelenggara pendakian untuk mediasi.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni berkoordinasi langsung dengan Basarnas, Kapolda NTB, dan Gubernur NTB untuk memastikan proses evakuasi berjalan optimal.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Satyawan Pudyatmoko, menegaskan bahwa pihaknya serius menangani kecelakaan pendakian dan tidak menutup jalur Rinjani secara total untuk menghindari kekacauan bagi pendaki lain yang telah memesan tiket.
Latar Belakang Juliana Marins
Juliana Marins, berusia 26 atau 27 tahun (tergantung sumber), adalah warga Niteroi, Rio de Janeiro, yang aktif sebagai travel influencer. Ia tengah melakukan perjalanan keliling Asia Tenggara dan rutin membagikan petualangannya melalui Instagram, termasuk dokumentasi pendakian di Gunung Rinjani. Tragedi ini memicu simpati luas dari pengikutnya dan komunitas pendaki internasional.
Riwayat Kecelakaan di Gunung Rinjani
Gunung Rinjani, gunung tertinggi kedua di Indonesia, dikenal dengan medan ekstrem dan cuaca yang tidak menentu, terutama di jalur menuju puncak. Insiden serupa pernah terjadi sebelumnya:
- Agustus 2022: Pendaki Portugal meninggal usai jatuh saat mengambil swafoto.
- September 2024: Pendaki asal Jakarta ditemukan meninggal di jurang.
- Oktober 2024: Pendaki Irlandia selamat usai jatuh 200 meter.
- Mei 2025: Pendaki Malaysia meninggal usai jatuh di jalur Torean.
Kejadian ini menjadi pengingat akan pentingnya keselamatan dan kepatuhan terhadap SOP pendakian.
Tragedi Juliana Marins di Gunung Rinjani meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, komunitas pendaki, dan dunia pariwisata. Pemerintah Indonesia terus berupaya mengevakuasi jenazah dan memperbaiki sistem keamanan wisata ekstrem. Kasus ini juga menyoroti tantangan evakuasi di medan sulit dan perlunya peningkatan koordinasi serta peralatan canggih untuk operasi SAR.
Artikel ini dirangkum dari berbagai sumber